Minggu, 26 Juni 2016

softskill rendahnya pertumbuhan ekonomi

SOFTSKILL

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhs10UTbVy8CdHbtyGAoVMunksuwh6rfAtYid-5ngln2H0tSzgaRg6oqHC8Ioj7lPxoGbQETpStfoLjyfFXIl0lh-qa8O3vuaefrdsc1ixZJOhdgbEWjsJcYxrhHK-hsFwPhIQE1MjyW9E/s1600/gffcbfbf.jpg
Nama Kelompok
           Firdaus Harianja              (22212972)
           Muhammad Faisal Latif  (24212929)
           Ardy Eko P                        (21212051)
           Ferlyan ramadhan            (22212906)
           Fadli Hasyim                     (22212631)



RENDAHNYA PERTUMBUHAN EKONOMI 

Permasalahan Ekonomi Di Indonesia
     Permasalahan ekonomi yang terjadi di suatu negara dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia permasalahan ekonomi dapat menghambat terwujudnya dan kesejahteraan masyarakat. Ekonomi di Indonesia sangatlah tidak stabil, yang berarti ekonomi di Indonesia sering naik turun. Tidak stabil bisa dikarenakan oleh banyak hal, contohnya saja karena adanya bencana alam, kekeringan, gunung meletus, kerusuhan, boikot, dan penyakit yang sering terjadi pada hewan ternak. Faktor luar juga sangat mempengaruhi ekonomi di Indonesia, contohnya naiknya harga minyak dunia.
      Permasalahan ekonomi tidak hanya meliputi masalah-masalah mikro seperti kekakuan harga, monopoli dan eksternalitas yang memerlukan intervensi pemerintah. Permasalahan ekonomi juga terjadi dalam lingkup ekonomi makro yang memerlukan kebijakan pemerintah. Permasalahan ekonomi makro Indonesia dalam membangun negara sebenarnya tidak hanya sebatas itu. Inflasi yang tidak terkendali, ketergantungan terhadap impor dan utang luar negeri merupakan beberapa masalah pemerintah dalam bidang ekonomi makro. Salah satu permasalahan ekonomi yang dihadapi Indonesia adalah rendahnya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu indikasi yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan negara tersebut.
     Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat melalui tingkat produksi barang dan jasa yang dapat dihasilkan selama satu periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi negara berkembang seperti Indonesia sering terkendala masalah modal dan investasi. Indonesia masih bergantung pada modal dari investasi pihak asing untuk menunjang kegiatan ekonominya. Lambatnya pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi naiknya harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak dunia merupakan akibat langkanya minyak mentah. Kelangkaan disebabkan menipisnya cadangan minyak serta terhambatnya distribusi minyak. Kenaikan harga minyak menyebabkan harga barang pokok lain ikut naik. Akibatnya, daya beli masyarakat menjadi berkurang dan terjadi penurunan kegiatan ekonomi masyarakat.

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
     Faktor-faktor penting yang dianggap berpengaruh cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi suatu Negara diantaranya, tanah dan kekayaan alam, kualitas tenaga kerja dan penduduk, barang modal dan teknologi, serta sistem dan sikap masyarakat. Pertumbuhan ekonomi menjelaskan perkembangan ekonomi, kemajuan ekonomi, kesejahteraan ekonomi, dan perubahan fundamental ekonomi suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan pertambahan pendapatan nasional agregatif atau pertambahan output serta merepresentasikan adanya peningkatan kapitas produksi barang dan jasa secara fisik dalam kurun waktu tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah:
1.      Tanah dan kekayaan alam
2.      Mutu tenaga kerja dan penduduk
3.      Barang modal dan tingkat teknologi
4.      Sistem sosial dan sikap masyarakat

Penyebab Pertumbuhan Ekonomi Meleset dari Target
     Komponen penyumbang ekonomi kuartal 1 yang hanya tumbuh 47 persen ialah belanja pemerintah yang belum maksimal rendahnya tingkat konsumsi masyarakat dan pelemahan kinerja ekspor impor. Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal 1 2015 hanya 4,7 persen, masih jauh untuk menggapai target yang tercantum dalam APBN-P sebesar 5,7 persen sepanjang tahun ini. Di antara penyebabnya adalah rendahnya pertumbuhan konsumsi masyarakat, kinerja ekspor-impor yang buruk, dan belanja pemerintah yang terhambat. Belanja pemerintah terutama yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur belum sepenuhnya bisa digunakan. Penyebabnya, terdapat revisi APBN-P di akhir 2014 dan perubahan nomenklatur beberapa kementerian yang belum selesai. Contohnya seperti yang dialami oleh kementerian PU-Pera.
     Kementerian ini memiliki alokasi anggaran terbesar dalam APBN-P 2015 yaitu Rp 119 triliun. Namun, hingga kuartal 1 2015 hanya terealisasi 1,7%, setara Rp 2,02 triliun. Komponen lain yang menyebabkan perlambatan ekonomi ialah rendahnya tingkat konsumsi masyarakat. Kondisi ini merupakan efek domino dari perubahan harga bahan bakar minyak. Sehingga menyebabkan harga terdaftar seperti tarif listrik dan LPG  yang tidak stabil. Selain itu, tingkat konsumsi melemah juga disebabkan oleh distribusi pasokan barang yang tidak merata. Sebab lainya, kinerja ekspor-impor yang melambat. Sekilas kinerja terlihat baik sebab terjadi surplus Rp 2,6 triliun. Namun, angka ini tidak berasal dari kinerja ekspor yang menguat, melainkan penurunan impor hingga 17,8 persen dibanding periode sama tahun lalu. Dimana penurunan terbesar disumbang oleh impor bahan baku (-16%) dan barang modal (-10%).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLwSonizfdI_IP7ecxJTNGZpys3j1uE5ZQv_pkzw11GLrD4gQnnRgHmAzfqmz9oXV1ex4EgTMPLN2CcYGP1sIl6VyG2yoxlUyLwNraFlG92iD7HsY3Smm9owdJC8p1ZFqyj5EyiWrgFfQ/s640/1vvgj.jpg
ARTIKEL
Di Balik Rendahnya Pertumbuhan Ekonomi
     Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 tercatat 4,71 persen (year on year/yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, 5,02 persen  (yoy). Melemahnya ini sejalan dengan berbagai indikator yang memang melemah dalam beberapa bulan terakhir. Pelemahan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2015 terutama didorong melemahnya kinerja konsumsi pemerintah dan investasi. Pelemahan pada konsumsi pemerintah terjadi akibat belum optimalnya penyerapan belanja. Pada investasi, pelemahan diakibatkan masih adanya sikap wait and see sektor swasta dan belum berjalannya proyek-proyek pemerintah. Anggaran belanja infrastruktur pada 2015 sebesar Rp 290 triliun baru dibelanjakan hanya sekitar Rp 7 triliun.
     Di sisi eksternal, kinerja ekspor menurun sejalan dengan lemahnya permintaan dan turunnya harga komoditas dunia. Sementara itu, pertumbuhan impor mengalami penurunan cukup dalam sejalan dengan melemahnya perkembangan permintaan domestik. Sejumlah pejabat resmi (pemerintah dan otoritas moneter) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan mulai meningkat pada triwulan II 2015. Penyebabnya, pengeluaran pemerintah, terutama belanja modal pemerintah pada proyek-proyek infrastruktur, diperkirakan meningkat mulai triwulan II 2015 dan seterusnya. Namun, saya melihat bahwa risiko tidak tercapainya pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7 persen masih sangat besar. Mengapa ? Analisis berikut akan menjelaskannya.

     Pada 15 April lalu, IMF kembali merilis proyeksi ekonomi dunia. Dalam outlook-nya, IMF memproyeksikan ekonomi dunia 2015 akan tumbuh 3,5 persen, tidak berubah dibanding proyeksi yang dibuat pada Januari 2015. Faktor harga minyak dan nilai tukar masih akan tetap menentukan perkembangan ekonomi Indonesia ke depan. Dalam outlook-nya, IMF masih memproyeksikan pada 2015 ini ekonomi Indonesia tumbuh 5,2 persen tidak berubah dibanding outlook-nya pada Januari lalu. Namun, dalam outlook-nya, IMF menuntut agar Indonesia memperkuat kredibilitas kebijakan makro ekonomi dan makroprudensialnya agar mampu mengendalikan pergerakan nilai tukar rupiah.  Kinerja harga minyak dan nilai tukar rupiah memang cukup berpengaruh terhadap perekonomian nasional.
     Turunnya harga minyak turut membantu neraca perdagangan Indonesia. Kinerja neraca perdagangan Indonesia Januari-Maret 2015 mencatatkan surplus 2,43 miliar dolar AS, meningkat 129 persen dibanding periode yang sama 2014 yang surplus sebesar 1,06 miliar dolar AS. Peningkatan kinerja neraca perdagangan ini terutama berasal dari menurunnya impor migas dari sebesar 11,0 miliar dolar AS pada periode Januari-Maret 2014 menjadi sebesar 6,1 miliar dolar AS. Tidak dapat dielakkan bahwa rendahnya harga minyak berada di balik turunnya impor migas tersebut. Sayangnya, pelemahan nilai tukar rupiah tidak cukup membantu memperbaiki kinerja neraca perdagangan Indonesia.
     Ekspor Indonesia Januari-Maret 2015 mencapai 39,13 miliar dolar AS, turun dibanding periode yang sama 2014 yang mencapai 44,29 miliar dolar AS. Secara normatif, pelemahan nilai tukar rupiah seharusnya meningkatkan ekspor. Namun yang terjadi, pelemahan rupiah tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal karena permintaan yang berkurang dan harganya jatuh. Akibatnya, pengaruh positif dari pelemahan rupiah ini tidak terlalu kuat dibanding dengan turunnya permintaan dan jatuhnya harga.
     Secara mikro dampak pelemahan nilai tukar rupiah dan harga minyak ini juga sudah terlihat. Beberapa perusahaan (terutama BUMN) yang bergerak di sektor energi sangat tertekan kinerjanya. Turunnya harga minyak (termasuk gas dan batu bara) telah menyebabkan kinerja ekspor dan penjualan mereka tertekan. Di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah telah menyebabkan mereka mengalami kerugian signifikan akibat selisih kurs.
Berbagai kondisi inilah yang menyebabkan outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 tidak akan mencapai seperti ekspektasi pemerintah. Terlebih lagi, perekonomian kita masih menghadapi masalah struktural yang belum kunjung terpecahkan. Joseph E Stiglitz, pemenang Nobel ekonomi belum lama ini, mengatakan, "You will have stronger growth if you reduce inequality". Itu artinya, dengan tingkat rasio ketimpangan (Gini ratio) sebesar  0,41 (terburuk sejak Indonesia merdeka), memang sulit kita berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tinggi.
Menurut kelompok kami mengenai artikel dengan topik rendahnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia hasilnya adalah
     Pelemahan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2015 terutama didorong melemahnya kinerja konsumsi pemerintah dan investasi. Pelemahan pada konsumsi pemerintah terjadi akibat belum optimalnya penyerapan belanja. Pada investasi, pelemahan diakibatkan masih adanya sikap wait and see sektor swasta dan belum berjalannya proyek-proyek pemerintah. Di sisi eksternal, kinerja ekspor menurun sejalan dengan lemahnya permintaan dan turunnya harga komoditas dunia. Sementara itu, pertumbuhan impor mengalami penurunan cukup dalam sejalan dengan melemahnya perkembangan permintaan domestik. Turunnya harga minyak (termasuk gas dan batu bara) telah menyebabkan kinerja ekspor dan penjualan mereka tertekan. Di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah telah menyebabkan mereka mengalami kerugian signifikan akibat selisih kurs. Berbagai kondisi inilah yang menyebabkan outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 tidak akan mencapai seperti ekspektasi pemerintah. Cara mengatasi masalah pertumbuhan & pembangunan ekonomi di indonesia
1.      Meningkatkan mutu pendidikan yang layak kepada masyarakat.
2.      Pemberantasan Korupsi
3.      Membuka usaha mandiri       
4.      Mengatasi pengangguran
IMF menuntut agar Indonesia memperkuat kredibilitas kebijakan makro ekonomi dan makro prudensialnya agar mampu mengendalikan pergerakan nilai tukar rupiah.  Kinerja harga minyak dan nilai tukar rupiah cukup berpengaruh terhadap perekonomian nasional serta turunnya harga minyak turut membantu neraca perdagangan Indonesia.

Referensi :
https://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-makro/faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhan-ekonomi/
http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2013/02/permasalahan-ekonomi-di-indonesia.html
http://katadata.co.id/infografik/2015/05/11/3-sebab-pertumbuhan-ekonomi-meleset-dari-target

http://www.republika.co.id/berita/koran/pareto/15/05/11/no6e8614-di-balik-rendahnya-pertumbuhan-ekonomi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar