Nama : Muhammad Faisal Latif
Kelas : 2EB23
NPM : 24212929
HUKUM PERIKATAN
1.
Pengertian Hukum Perikatan
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan
hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak
yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat
hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan
perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam
bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum
keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam
bidang hukum pribadi(pers onal law).
2.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga
sumber yaitu :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan.
2. Perikatan yang timbul dari undang – undang
3. Perikatan terjadi bukan
perjanjian
Dalam berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-
macam istilah untuk menterjemahkan verbintenis
danovereenkomst, yaitu :
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio
menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk
overeenkomst.
Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam
Hukum Indonesia memakaiistilah Perutangan untukverbintenis dan
perjanjian untukovereenkomst.
Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan
verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
dalam bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu
:
Perikatan
Perutangan
Perjanjian
Sedangkan untuk istilah ”overeenkomst” dikenal dengan
istilah
terjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu :
perjanjian dan persetujuan. Untuk menentukan istilah apa
yang paling tepat untuk digunakan dalam mengartikan istilah perikatan, maka
perlu kiranya mengetahui makna nya. terdalam arti istilah
masing-masing.Verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya
mengikat. Jadi dalam hal ini istilah verbintenis menunjuk kepada adanya
”ikatan” atau ”hubungan”. maka hal ini dapat dikatakan sesuai dengan
definisiverbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas pertimbangan tersebut di
atas maka istilah verbintenis lebih tepat diartikan sebagai istilah perikatan.
sedangkan untuk istilah overeenkomst berasal dari dari kata kerja overeenkomen
yang artinya ”setuju” atau ”sepakat”. Jadiovereenkomst mengandung kata sepakat
sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah
terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka istilahovereenkomst lebih tepat digunakan untuk
mengartikan istilah persetujuan.
3.
Azas-Azas dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH
Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.
a. Asas Kebebasan Berkontrak
asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat.
Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjian dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, denagn pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
b. Asas Konsensualisme
adalah perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat.
Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjian dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, denagn pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
b. Asas Konsensualisme
adalah perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
4.
Wanprestasi dan akibat akibatnya
Sebelum meninjau wanprestasi ada baiknya terlebih
dahulu kita mengenal yang dimaksud dengan prestasi. Dalam suatu perjanjian,
pihak-pihak yang bertemu saling mengungkapkan janjinya masing-masing dan mereka
sepakat untuk mengikatkan diri satu sama lain dalam Perikatan untuk
melaksanakan sesuatu. Pelaksanaan sesuatu itu merupakan sebuah prestasi, yaitu
yang dapat berupa:
·
Menyerahkan suatu barang (penjual menyerahkan
barangnya kepada pembeli dan pembeli menyerahkan uangnya kepada penjual).
·
Berbuat sesuatu (karyawan melaksanakan pekerjaan
dan perusahaan membayar upahnya).
·
Tidak berbuat sesuatu (karyawan tidak bekerja di
tempat lain selain di perusahaan tempatnya sekarang bekerja).
Jika debitur tidak melaksanakan prestasi-prestasi tersebut
yang merupakan kewajibannya, maka perjanjian itu dapat dikatakan cacat – atau
katakanlah prestasi yang buruk. Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang
buruk, yaitu para pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian.
Wanpestasi dapat terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan. Wanprestasi
seorang debitur yang lalai terhadap janjinya dapat berupa:
·
Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan
dilakukannya.
·
Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak
sesuasi dengan janjinya.
·
Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi
terlambat.
·
Melakukan suatu perbuatan yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukan
Kapan tepatnya debitur melakukan wanprestasi? Menjawab
pertanyaan ini gampang-gampang sulit. Gampang karena pada saat membuat
surat perjanjian telah ditentukan suatu waktu tertentu sebagai tanggal
pelaksanaan hak dan kewajiban (tanggal penyerahan barang dan tanggal
pembayaran). Dengan lewatnya waktu tersebut tetapi hak dan kewajiban belum
dilaksanakan, maka sudah dapat dikatakan terjadi wanrestasi.
Waktu terjadinya wanprestasi sulit ditentukan ketika di
dalam perjanjian tidak disebutkan kapan suatu hak dan kewajiban harus sudah
dilaksanakan. Bentuk prestasi yang berupa “tidak berbuat sesuatu” mudah sekali
ditentukan waktu terjadinya wanprestasi, yaitu pada saat debitur melaksanakan
suatu perbuatan yang tidak diperbolehkan itu.
Jika dalam perjanjian tidak disebutkan kapan suatu hak dan
kewajiban harus dilaksanakan, maka kesulitan menentukan waktu terjadinya
wanprestasi akan ditemukan dalam bentuk prestasi “menyerahkan barang” atau
“melaksanan suatu perbuatan”. Di sini tidak jelas kapan suatu perbuatan itu
harus dilakasanakan, atau suatu barang itu harus diserahkan. Untuk keadaan
semacam ini, menurut hukum perdata, penentuan wanprestasi didasarkan pada surat peringatan
dari debitur kepada kreditur – yang biasanya dalam bentuk somasi (teguran).
Dalam peringatan itu kreditur meminta kepada debitur agar melaksanakan
kewajibannya pada suatu waktu tertentu yang telah ditentukan oleh kreditur sendiri
dalamsurat peringatannya. Dengan lewatnya jangka waktu seperti yang
dimaksud dalam suratperingatan, sementara debitur belum melakasanakan
kewajibannya, maka pada saat itulah dapat dikatakan telah terjadi wanprestasi.
Debitur yang wanprestasi kepadanya dapat dijatuhkan sanksi,
yaitu berupa membayar kerugian yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian,
peralihan resiko, dan membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan secara
hukum di pengadilan.
5.
Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria
sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 5 (sepuluh) cara penghapusan suatu
perikatan adalah sebagai berikut :
1. Pembaharuan utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya
sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang
ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
2. Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang
disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu
dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu
pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan,
oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi,
suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
3. Pembebasan utang.
Undang-undang tidak memberikan definisi tentang pembebasan
utang. Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan
itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur.
Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara
lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan
kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag
dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
Menurut pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.
Menurut pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.
4. Musnahnya barang yang terutang
Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah
tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu
”keadaan memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan
pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut.
5. Kedaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu
adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu
perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang
ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau
waktu tertentu seperti yang ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan
hapus.
SUMBER: