Nama : Muhammad Faisal Latif
Kelas :
1EB24
NPM :
24212929
Tugas/Tulisan
ke :4
Tugas4. “Korupsi merajai tanah airku Indonesia”
Tulisan
Abstrak
Korupsi
di Indonesia berkembang
secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan
lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh
penelitian perbandingan korupsi antar
negara, Indonesia selalu
menempati posisi paling rendah.
Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong pemberantasan
korupsi di Indonesia. Namun hingga
kini pemberantasan
korupsi di Indonesia belum
menunjukkan titik terang melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi
antar negara yang tetap rendah. Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus korupsi
di Indonesia. Upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia dinilai belum menimbulkan efek jera. Usai
menjalani hukuman, koruptor masih mendapatkan tempat terhormat di masyarakat.
Hal yang sama tak berlaku bagi maling ayam, misalnya. Sebut saja ini sebagai
ironi.
Bab1. PENDAHULUAN
1.A. Latar Belakang Masalah
Korupsi di Indonesia sudah merajalela. Banyak dari
pejabat sekarang sudah terang terangan melakukan korupsi tetapi masih saja
mengelak dari hukum yang ada. Komisi Pemberantasan Korupsi saja belum mampu
mencari cari koruptor yang masih ada di pemerintahan. Maka dari itu saya
mengambil judul “Korupsi merajai
tanah airku Indonesia”
korupsi salah satu yang akrab bagi masyarakat
Indonesia. Setiap kali ada protes anti-pemerintah singkatan ini dapat didengar
berteriak oleh demonstran atau melihat tertulis di spanduk. Singkatan singkatan
korupsi (Korupsi), kolusi (Kolusi) dan nepotisme (nepotisme) dan - banyak yang
cemas mayoritas penduduk Indonesia - telah menjadi bagian intrinsik dari
pemerintah Indonesia, mungkin memuncak selama rezim Orde Baru Presiden Soeharto
(1965-1998). Masalah korupsi politik di Indonesia terus menjadi berita utama
harian di media Indonesia dan menghasilkan banyak perdebatan panas dan diskusi
sengit. Di kalangan akademik sarjana telah terus-menerus mencari jawaban atas
pertanyaan apakah korupsi ini berakar dalam masyarakat tradisional
pra-kolonial, era kolonial Belanda, pendudukan Jepang yang relatif singkat
(1942-1945) atau berikutnya pemerintah Indonesia merdeka. Namun, jawaban yang
tegas belum ditemukan. Untuk masa mendatang hanya harus diterima bahwa korupsi
dalam domain politik, hukum dan korporasi di Indonesia ì s (meskipun ada
beberapa tanda-tanda - yang dibahas di bawah - titik itu menuju perbaikan
situasi).
1.B. Identifikasi Masalah
1. Permasalahan korupsi di Indonesia?
2.
Dampak korupsi?
3.
Dengan cara apa kpk memberantas korupsi yang sudah merajalela?
1.C. Tujuan
dan manfaat penulisan
Tujuan makalah ini di buat adalah untuk memenuhi tugas
mata kuiah softskill tepatnya perekonomian Indonesia.
Manfaat pembuatan makalah ini adalah untuk menambah
wawasan serta pengetahuan.selain itu pembuatan makalah ini sebagai informasi
untuk para pembaca lebih mengerti tentang korupsi yang terjadi di Indonesia.
Bab 2. Landasan Teori
Korupsi,
Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika
membicarakan tenatng korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena
korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat keadaan yang busuk, jabatan karena
pemberian, faktor ekonomi dan politik, sera penempatan kelurga atau golongan
kedalam kedinasan di bawah kekusaan jabatnnya. Dengan demikian, secara harfiah
dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang
sangat luas.
1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan
(uang negara atau perusahaan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang
lain.
2. Korupsi : busuk; rusak; suka
memakai barang atau uang yang dipercayaakan kepadanya; dapat disogok (melalui
kekusaan untuk kepentingan pribadi).
Bab
3. PEMBAHASAN
3.1. Permasalahan
korupsi yang terjadi Indonesia
Masalah korupsi tengah menjadi perbincangan hangat di
masyarakat, terutama media massa lokal dan nasional. Maraknya korupsi di
Indonesia seakan sulit untuk diberantas dan telah menjadi budaya. Pada
dasarnya, korupsi adalah suatu pelanggaran hukum yang kini telah menjadi suatu
kebiasaan. Berdasarkan data Transparency International Indonesia, kasus korupsi
di Indonesia belum teratasi dengan baik. Indonesia menempati peringkat ke-100
dari 183 negara pada tahun 2011 dalam Indeks Persepsi Korupsi.
Di era demokrasi, korupsi akan mempersulit pencapaian good governance dan pembangunan ekonomi. Terlebih lagi akhir-akhir ini terjadi perebutan kewenangan antara KPK dan Polri. Sebagai institusi yang sama-sama menangani korupsi, seharusnya KPK dan Polri bisa bekerja sama dalam memberantas korupsi. Tumpang tindih kewenangan seharusnya tidak terjadi jika dapat dikoordinasikan secara baik.
Penyebab terjadinya korupsipun bermacam-macam, antara lain masalah ekonomi, yaitu rendahnya penghasilan yang diperoleh jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup dan gaya hidup yang konsumtif, budaya memberi tips (uang pelicin), budaya malu yang rendah, sanksi hukum lemah yang tidak mampu menimbulkan efek jera, penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi penegak hukum, dan kurangnya pengawasan hukum.
Dalam upaya pemberantasan korupsi, diperlukan kerja sama semua pihak maupun semua elemen masyarakat, tidak hanya institusi terkait saja. Beberapa institusi yang diberi kewenangan untuk memberantas korupsi, antara lain KPK, Kepolisian, Indonesia Corruption Watch (ICW), Kejaksaan. Adanya KPK merupakan salah satu langkah berani pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam menangani kasus korupsi, yang harus disoroti adalah oknum pelaku dan hukum. Kasus korupsi dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga membawa dampak buruk pada nama instansi hingga pada pemerintah dan negara. Hukum bertujuan untuk mengatur, dan tiap badan di pemerintahan telah memiliki kewenangan hukum sesuai dengan perundangan yang ada. Namun, banyak terjadi tumpang tindih kewenangan yang diakibatkan oleh banyaknya campur tangan politik buruk yang dibawa oleh oknum perorangan maupun instansi.
Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional maka mau tidak mau korupsi harus diberantas, baik dengan cara preventif maupun represif. Penanganan kasus korupsi harus mampu memberikan efek jera agar tidak terulang kembali. Tidak hanya demikian, sebagai warga Indonesia kita wajib memiliki budaya malu yang tinggi agar segala tindakan yang merugikan negara seperti korupsi dapat diminimalisir.
Negara kita adalah negara hukum. Semua warga negara Indonesia memiliki derajat dan perlakuan yang sama di mata hukum. Maka dalam penindakan hukum bagi pelaku korupsi haruslah tidak boleh pilih kasih, baik bagi pejabat ataupun masyarakat kecil. Diperlukan sikap jeli pemerintah dan masyarakat sebagai aktor inti penggerak demokrasi di Indonesia, terutama dalam memilih para pejabat yang akan menjadi wakil rakyat. Tidak hanya itu, semua elemen masyarakat juga berhak mengawasi dan melaporkan kepada institusi terkait jika terindikasi adanya tindak pidana korupsi.
Di era demokrasi, korupsi akan mempersulit pencapaian good governance dan pembangunan ekonomi. Terlebih lagi akhir-akhir ini terjadi perebutan kewenangan antara KPK dan Polri. Sebagai institusi yang sama-sama menangani korupsi, seharusnya KPK dan Polri bisa bekerja sama dalam memberantas korupsi. Tumpang tindih kewenangan seharusnya tidak terjadi jika dapat dikoordinasikan secara baik.
Penyebab terjadinya korupsipun bermacam-macam, antara lain masalah ekonomi, yaitu rendahnya penghasilan yang diperoleh jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup dan gaya hidup yang konsumtif, budaya memberi tips (uang pelicin), budaya malu yang rendah, sanksi hukum lemah yang tidak mampu menimbulkan efek jera, penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi penegak hukum, dan kurangnya pengawasan hukum.
Dalam upaya pemberantasan korupsi, diperlukan kerja sama semua pihak maupun semua elemen masyarakat, tidak hanya institusi terkait saja. Beberapa institusi yang diberi kewenangan untuk memberantas korupsi, antara lain KPK, Kepolisian, Indonesia Corruption Watch (ICW), Kejaksaan. Adanya KPK merupakan salah satu langkah berani pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam menangani kasus korupsi, yang harus disoroti adalah oknum pelaku dan hukum. Kasus korupsi dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga membawa dampak buruk pada nama instansi hingga pada pemerintah dan negara. Hukum bertujuan untuk mengatur, dan tiap badan di pemerintahan telah memiliki kewenangan hukum sesuai dengan perundangan yang ada. Namun, banyak terjadi tumpang tindih kewenangan yang diakibatkan oleh banyaknya campur tangan politik buruk yang dibawa oleh oknum perorangan maupun instansi.
Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional maka mau tidak mau korupsi harus diberantas, baik dengan cara preventif maupun represif. Penanganan kasus korupsi harus mampu memberikan efek jera agar tidak terulang kembali. Tidak hanya demikian, sebagai warga Indonesia kita wajib memiliki budaya malu yang tinggi agar segala tindakan yang merugikan negara seperti korupsi dapat diminimalisir.
Negara kita adalah negara hukum. Semua warga negara Indonesia memiliki derajat dan perlakuan yang sama di mata hukum. Maka dalam penindakan hukum bagi pelaku korupsi haruslah tidak boleh pilih kasih, baik bagi pejabat ataupun masyarakat kecil. Diperlukan sikap jeli pemerintah dan masyarakat sebagai aktor inti penggerak demokrasi di Indonesia, terutama dalam memilih para pejabat yang akan menjadi wakil rakyat. Tidak hanya itu, semua elemen masyarakat juga berhak mengawasi dan melaporkan kepada institusi terkait jika terindikasi adanya tindak pidana korupsi.
3.B. Dampak
Korupsi
Berkaitan dengan dampak yang diakibatkan dari tindak pidana
korupsi, setidaknya terdapat dua konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi
sistemik terhadap proses demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan
adalah :
a. Korupsi mendelegetimasikan proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang;
a. Korupsi mendelegetimasikan proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang;
b.
Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat
tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law. Hukum dan
birokrasi hanya melayani kepada kekuasaan dan pemilik modal;
c.
Korupsi meniadakan sistem promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karena
hubungan patron-client dan nepotisme;
d.
Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu
rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga menganggu
pembangunan yang berkelanjutan;
e.
Korupsi mengakibatkan sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan
penumpukan beban hutang luar negeri.
Korupsi yang sistematik dapat menyebabkan :
a. Biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan intensif;
b. Biaya politik oleh penjarahan atau pengangsiran terhadap suatu lembaga publik, dan;
c. Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak
e. Solusi terbaik memberantas korupsi
1. Mengerahkan seluruh stakeholder dalam merumuskan visi, misi, tujuan dan indicator terhadap makna Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Korupsi yang sistematik dapat menyebabkan :
a. Biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan intensif;
b. Biaya politik oleh penjarahan atau pengangsiran terhadap suatu lembaga publik, dan;
c. Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak
e. Solusi terbaik memberantas korupsi
1. Mengerahkan seluruh stakeholder dalam merumuskan visi, misi, tujuan dan indicator terhadap makna Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2.
Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap
pemberantasan KKN sebagai payung hukum menyangkut Stick, Carrot, Perbaikan Gaji
Pegawai, Sanksi Efek Jera, Pemberhentian Jabatan yang diduga secara nyata
melakukan tindak korupsi dsb.
3.
Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan
melaksanakan penegakkan hukum tanpa pilih bulu terhadap setiap pelanggaran KKN
dengan aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas.
4.
Melaksanakan Evaluasi , Pengendalian dan Pengawasan dengan memberikan atau
membuat mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada kepada Masyarakat,
dan pengawasan fungsional lebih independent.
3.C. Dengan hukum yang
adil seadilnya memberantas korupsi
Dasar Hukum: KUHP (awal), UU 24 tahun 1960
Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani
menyebabkan koran tersebut kemudian di bredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah
peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi yang pertama di Indonesia, dimana
atas intervensi PM Ali Sastroamidjoyo,Ruslan Abdulgani sang menteri luar
negeri, gagal ditangkap oleh Polisi Militer. Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku
memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh
dari ongkos cetak kartu suara pemilu.Syamsudin Sutan Makmur, dan Direktur
Percetakan Negara,Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian
dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai lawan politik Sukarno.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing
di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titik awal berkembangnya korupsi di
Indonesia. Upaya Jenderal AH Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan
perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah Penguasa Darurat Militer
justru melahirkan korupsi di tubuh TNI. Jenderal Nasution sempat memimpin tim
pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil. Pemberantasan
korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi:
1. Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi)
2. Komisi Pemberantasan Korupsi
3. Kepolisian
4. Kejaksaan
5. BPKP
6. Lembaga non-pemerintah: Media massa Organisasi
massa
3.D. Korupsi menganggu perekonomian Indonesia
Korupsi yang tejadi di Indonesia sudah terlalu
menjamur. Banyak dari mereka yang ingin mengejar materi saja di dunia
pemerintahan. Dengan dia melakukan korupsi maka asset Negara menurun untuk
masyarakat rakyat kecil. Contohnya seperti gayus tambunan. Dengan dia
bermodalkan pegawai pajak dia bisa mengeruk uang di perpajakan sebanyak
miliaran rupiah. Setelah korupsi dia kabur kaburan untuk menghindari hukum di
Negara ini. Namun dia terangkap juga di salah satu Negara amerika. Bukan hanya
uang yang dijadikan untuk korupsi tetapi saat ini lagi modelnya dengan mengasih
hadiah atau gratifikasi seks. Namun hal itu belum di atur oleh undang-undang
yang berlaku di Indonesia. Contohnya seperti ahmad fathanah dengan kasus suap
daging impornya dia bisa berteman dengan model model seksi dan cantik.
Adapun daftar kasus korupsi di Indonesia sebagai
berikut:
·
HPH dan dana reboisasi: melibatkan Bob
Hasan, Prajogo
Pangestu, sejumlah pejabat Departemen
Kehutanan, dan Tommy Soeharto.
·
Kasus Hambalang
·
Kasus Bank
Century
·
Kasus suap impor
daging
Daftar nama nama koruptor di Indonesia:
15.
Anas urbaningrum
16.
M. nazaruddin
17.
Ahmad fathanah
18.
Andi malarangeng
Dan
masih banyak lagi yang belum bisa saya tuliskan disini. Dan ternyata maling
ayam hukumnya lebih menyiksa dibandingkan hukum yang diberikan kepada koruptor
di Indonesia.
"Kenapa korupsi merajalela di Indonesia? Orang yang
ketangkap KPK atau oleh polisi atau jaksa itu hanya orang yang apes saja. Ada
kenyataan di dalam masyarakat bahwa koruptor tidak sehina pencuri atau maling
ayam," ujar Staf Ahli Jaksa Agung M Amari di Hotel Borobudur, Jakarta,
Kamis (9/5/2013).
Amari mencontohkan, seorang koruptor yang sudah selesai menjalani hukumannya masih dianggap tokoh oleh masyarakat. Bahkan, tak jarang koruptor itu kembali menduduki posisi-posisi strategis di masyarakat.
Amari mencontohkan, seorang koruptor yang sudah selesai menjalani hukumannya masih dianggap tokoh oleh masyarakat. Bahkan, tak jarang koruptor itu kembali menduduki posisi-posisi strategis di masyarakat.
"Kalau maling ayam sudah habis ceritanya sehingga banyak
kami dapat data dari Kemendagri, pejabat-pejabat di daerah yang tersangkut
korupsi dan telah melaksanakan hukumannya diangkat lagi menjadi pejabat negara,"
kata dia.
Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung itu menilai, hal-hal tersebut yang membuat banyak orang tak takut melaksanakan korupsi. Koruptor, kata Amari, pun berhitung untung rugi untuk melakukan tindak pidana korupsi.
"Ternyata banyak untungnya menjadi koruptor dibandingkan ruginya. Enaknya lebih besar daripada menderitanya. Tugas kami bagaimana caranya mereka menjadi orang yang menderita dan kapok," tukas Amari.
Menurutnya, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih bersifat parsial, yang lebih fokus pada upaya penegakan hukum dibandingkan upaya pencegahan.
Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung itu menilai, hal-hal tersebut yang membuat banyak orang tak takut melaksanakan korupsi. Koruptor, kata Amari, pun berhitung untung rugi untuk melakukan tindak pidana korupsi.
"Ternyata banyak untungnya menjadi koruptor dibandingkan ruginya. Enaknya lebih besar daripada menderitanya. Tugas kami bagaimana caranya mereka menjadi orang yang menderita dan kapok," tukas Amari.
Menurutnya, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih bersifat parsial, yang lebih fokus pada upaya penegakan hukum dibandingkan upaya pencegahan.
"Kita seharusnya bisa mencontoh Korea bagaimana di sana
faktor pencegahan sangat dikedepankan. Semua aturan yang memberikan peluang
aksi korupsi ditutup," kata Amari.
Bab 4. KESIMPULAN
bahwa
korupsi tidak dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes) akan
tetapi sudah menjadi kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime). Tindak
pidana korupsi dapat menurunkan kredibilitas pemerintahan, memasung demokrasi,
meningkatnya kemiskinan serta menghambat pembangunan nasional dalam memenuhi
kepentingan nasional suatu negara. Dalam menanggapi sedemikian buruknya dampak
dari korupsi terhadap
negara-negara
sebagai bentuk masalah internasional, PBB mengeluarkan konvensi anti korupsi
(United Nation Convention Against Corruption/UNCAC) pada tahun 2003 di Merida,
Meksiko sebagai landasan hukum internasional dalam melawan korupsi. Dalam
alinea ke empat Mukadimah Konvensi anti korupsi menyatakan :
Meyakini
bahwa korupsi bukan lagi masalah lokal, tetapi merupakan fenomena transnasional
yang membawa dampak bagi seluruh lapisan masyarakat dan bagi ekonomi,
menjadikan kerjasama internasional untuk mencegah dan memberantas tindak pidana
korupsi sebagai hal yang penting.
Sayangnya
lembaga kpk di Indonesia tidak bisa mengambil langkah tegas untuk para koruptor
dikarenakan mereka bisa membayar dengan uang mereka.
Daftar Pustaka