Selasa, 10 Juni 2014

Rencana Masa Depan

Nama        : Muhammad Faisal Latif
Kelas         : 2EB23
NPM          : 24212929

Rencana Masa Depan

Rencana yang saya buat yaitu setelah lulus kuliah nanti, semoga saja lulus 4 tahun seperti yang diharapkan sama seperti harapan teman-teman saya..Aamiin yaa Rabb.  Saya ingin menjadi PNS setelah itu sambil bekerja saya membuat usaha berupa warung makan kecil-kecilan yang nantinya akan berkembang menjadi Restoran. Semoga rencana saya ini bisa terwujud sesuai dengan keinginan..Aamiin ya Rabb J

BAB 14- Penyelesaian Sengketa Ekonomi

MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
BAB 14- Penyelesaian Sengketa Ekonomi






Nama        : Muhammad Faisal Latif
Kelas         : 2EB23
NPM          : 24212929


UNIVERSITAS GUNADARMA

Kata Pengantar

Assalamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan rizki-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Bab 14 Softskill ini yang membahas tentang Penyelesaian Sengketa Ekonomi. Pembuatan Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Softskill.
Sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya, dan tentunya makalah inipun jauh dari sempurna, karena sempurna hanya milik Allah SWT semata.

Wabillahi taufiq walhidayah, wassalamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh





Bekasi, Mei 2014       
  Penulis,                                             












Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………...2
Daftar Isi………………………………………………………………..3
Penyelesaian Sengketa Ekonomi…………….………………………..4
1.    Pengertian Sengketa……………………………………………..4
2.    Cara-cara Penyelesaian Sengketa………………………...…….4
3.    Negosiasi………………………………………………………….4
4.    Mediasi……………………………………………………………5
5.    Arbitrase………………………………………………………….5
6.    Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi…5
         
Penutup…………………………………………………………………6
          Sumber……………………………………………………………6













Penyelesaian Sengketa Ekonomi

1.      Pengertian Sengketa
Dalam bahasa Indonesia sengketa berarti pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Berikut ini menurut beberapa ahli:
1.Windiarti
 “Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai h5ubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.”
2. Ali Ahmad
 “Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.”
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

2.      Cara-cara Penyelesaian Sengketa Ekonomi
1.Negosiasi(perundingan),yakni penyelesaikan sengketa melalui diskusi formal tanpa melibatkan pihak ketiga
2. Enquiry (penyelidikan),yakni kegiatan untuk mencari fakta yang dilakukan oleh pihak ketiga
3.Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.

3.                  Negosiasi
Negosiasi adalah suatu cara yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa melalui diskusi formal yang nantinya akan melahirkan perjanjian-perjanjian dimana perjanjian tersebut tidak memberatkan kedua-belah pihak.
Pola Perilaku dalam Negosiasi
Moving against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.
Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan, menyetujui, membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi.
Moving away (with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
Not moving (letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
Ketrampilan Negosiasi
Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya.
Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.
Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan tuntutan di luarperhitungan.
Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa sehingga pihak lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.
5.       Cepat memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.
Ketrampilan Negosiasi
Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya.
Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.
Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan tuntutan di luar perhitungan.
Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa sehingga pihak lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.
Cepat memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.

  4. Mediasi

Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

5. Arbitrase

Arbitrase adalah kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan

6. Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi

Perbedaan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi ialah sebagai berikut :

- Perundingan ialah tindakan atau proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa diterima.

- Arbitrase merupakan kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan

- Ligitasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.

Jadi perbandingan diantara ketiganya ini merupakan tahapan dari suatu penyelesaian pertikaian. Tahap pertama terlebih dahulu melakukan perundingan diantara kedua belah pihak yang bertikai, kedua ialah ke jalan Arbitrase ini di gunakan jika kedua belah pihak tidak bisa menyelesaikan pertikaian yang ada oleh sebab itu memerlukan pihak ketiga. Ketiga ialah tahap yang sudah tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan pihak ketiga oleh sebab ini mereka mebutuhkan hukum atau pengadilan untuk menyelesaikan pertikaian yang ada.


Penutup


Sumber:
http://srirahayu-myblog.blogspot.com/2013/06/penyelesaian-sengketa-ekonomi.html
http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2012/04/penyelesaian-sengketa-ekonomi.html


BAB 13- Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
BAB 13- Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat






Nama        : Muhammad Faisal Latif
Kelas         : 2EB23
NPM          : 24212929

UNIVERSITAS GUNADARMA


Kata Pengantar

Assalamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan rizki-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Bab 13 Softskill ini yang membahas tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pembuatan Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Softskill.
Antimonopoli dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya, dan tentunya makalah inipun jauh dari sempurna, karena sempurna hanya milik Allah SWT semata.

Wabillahi taufiq walhidayah, wassalamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh





Bekasi, Mei 2014       
  Penulis,                                             











Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………...2
Daftar Isi………………………………………………………………..3
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat………………………………………………...…………………..4
1.    Pengertian4
2.    Azas dan Tujuan4
3.    Kegiatan yang dilarang4
4.    Perjanjian yang dilarang5
5.    Hal-hal yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli6
6.    Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)6
7.    Sanksi6    

Penutup…………………………………………………………………9
          Sumber……………………………………………………………9











1. Pengertian Antimonopoli dan Persaingan Usaha
          “Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli”. Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
          Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
          Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
2. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
          Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
          Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
3. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoli
          Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.


4. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
          Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
          Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
1. Oligopoli
2. Penetapan harga
3. Pembagian wilayah
4. Pemboikotan
5.  Kartel
6. Trust
7. Oligopsonih
8. Integrasi vertikal
9. Perjanjian tertutup
10. Perjanjian dengan pihak luar neger

5. Hal-Hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
        Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999, terdapat hal-hal yang dikecualikan, yaitu pasal 50.
1.     Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.     Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba
3.     Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan.
4.     Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;
5.     Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas
6.     Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
7.     Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri
8.     Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil
9.     Pegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
          Pasal 51. 
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.

6. Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU )
§  Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut.
§  Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
§  Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
§  Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat
§  Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
§  Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
§  Efisiensi alokasi sumber daya alam
§  Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
§  Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
§  Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
§  Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
§  Menciptakan inovasi dalam perusahaan
7. Sanksi
            Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat ( 2 ) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
          Pasal 48
§  Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 ( dua puluh lima miliar rupiah ) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 ( seratus miliar rupiah ), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 ( enam ) bulan.
§  Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 ( lima ) bulan.
§  Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 ( satu miliar rupiah ) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah ) atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 ( tiga ) bulan.
          Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa
§   pencabutan izin usaha; atau
§   larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
§  Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

K. Pasar Persaingan Sempurna.
Pasar persaingan sempurna adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dengan penawaran yang ditandai oleh jumlah konsumen dan produsen sangat banyak dan tidak terbatas.
Ciri-ciri pokok persaingan sempurna adalah sebagai berikut:
1. Banyak penjual dan pembeli
Dalam pasar persaingan sempurna pengaruh individual sangat relatif kecil. Dengan demikian, penjual individu tidak mempunyai pengaruh terhadap harga penjualan mereka karena harga tersebut ditentukan oleh kondisi permintaan dan penawaran.
2. Produk-produk Homogen
Dalam pasar persaingan sempurna, produk yang ditawarkan oleh para penjual yang saling bersaing adalah identik. Artinya produk tersebut secara fisik sama dan menurut anggapan konsumen semua produk tersebut serba sama antara satu dengan yang lain.
3. Pasar yang bebas dimasuki dan ditinggalkan
Oleh karena seorang produsen/ penjual hanya menghasilakan sebagian kecil saja dari barang/jasa yang ditawarkan, maka produsen dapat saja meninggalkan pasar dengan dengan mudah dan memasuki kembali.
4. Konsumen mengatuhui kondisi pasar
Kondisi pasar diketahui olehkonsumen sangat baik sehingga konsumen tidak dapat melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kondisi pasar tersebut.
5. Faktor-faktor produksi bergerak bebas
Faktor-faktor produksi dalam pasar persaingan sempurna dapat ebrgerak bebas karena banyaknya penjual dan pembeli.
6. Tidak ada campur tangan pemerintah
Harga ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran sehingga pemerintah tidak dapat ikut campur dlam penentuan harga.
L. Konsekuensi dan ciri-ciri persaingan sempurna
            Kurva permintaan yang dihadapi oleh setiap penjual secara individual berbeda dengan kurva permintaan pasar. Produsen tidak perlu bersaing karena adanya homogenitas barang dan banyaknya produsen. Penjual tidak mungkin melakukan persaingan harga dengan maksut merebut pasar karena harga dalaha sesuatu yang harus diterima oleh masing-masing produsen.
Barang yang ditawarkan penjual akan laku berapun jumlahnya tanpa mengalami penurunan harga.
Bentuk pasar persaingan sempurna sangat sulit ditemui dalam kehidupan sehari-hari, namun sangat bermanfaat untuk mempelajari konsep-konsep pasar lainnya dalam ilmu ekonomi.
Kebaikan pasar persaingan sempurna
1.     Tidak terdapat kegiatan saling menyaingi antar penjual
2.     Penjual tidak mungkin melakukan perebutan harga karena harga dalah suatu yang harus diterima oleh para produsen.
3.     Barang yang akan ditawarkan penjual akan laku berapapun jumlahnya tanpa mengalami penurunan harga.
4.     Informasi tentang pasar telahdiketahui oleh saingan usaha dan usaha untuk menyaingi perusahaan lainnya tidak akan menghasilkan apa-apa.
Kelemahan-kelemahan pasar persaingan sempurna
1.     Pasar persaingan sempurna sulit dijumpai karena homogenitas barang adalah syarat yang sulit dilaksanakan karena konsumen sering datang ke pasar heterogen.
2.     Harga tidak dapat ditawar lagi
3.     Adanya kemajuan IPTEK menyebabkan adanya persaingan produk dalam hal kualitas dan kuantitas antar produsen.
4.     Keuntungan yang didapt oleh pedagang sudah dapat diprediksi karena harga tidak dapat dipengaruhi oleh pedagang.
5.     Black market dapat muncul sewaktu-waktu.









Penutup

Sumber:
http://cahyalfc.blogspot.com/2013/07/anti-monopoli-dan-pasar-persaingan.html

http://rum15.blogspot.com/2013/07/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha.html

BAB 12- Perlindungan Konsumen

MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
BAB 12- Perlindungan Konsumen








Nama        : Muhammad Faisal Latif
Kelas         : 2EB23
NPM          : 24212929

UNIVERSITAS GUNADARMA

Kata Pengantar

Assalamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan rizki-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Bab 12 Softskill ini yang membahas tentang Perlindungan Konsumen. Pembuatan Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Softskill.
Konsumen secara harfiah memiliki arti, orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau sese orang yangmenggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya, dan tentunya makalah inipun jauh dari sempurna, karena sempurna hanya milik Allah SWT semata.

Wabillahi taufiq walhidayah, wassalamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh





Bekasi, Mei 2014       
  Penulis,                                             












Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………...2
Daftar Isi………………………………………………………………..3
Perlindungan Konsumen ……………………………………………..4
1.    Pengertian Konsumen….……………………………………….….4
2.    Azas dan Tujuan……………………………………………………4
3.    Hak dan Kewajiban Konsumen………………..………………….5
4.    Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha………………………………..5
5.    Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha……………………..6
6.    Klausula Baku dalam Perjanjian………………………………….7
7.    Tanggung Jawab Pelaku Usaha…………………………………...8
8.    Sanksi………………..........................................................................8
         
Penutup…………………………………………………………………9
          Sumber……………………………………………………………9











1. Pengertian konsumen
Konsumen secara harfiah memiliki arti, orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau sese orang yangmenggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan dari pengertian tersebut, yang dimaksud konsumen orang yang berststus sebagai pemakai barang dan jasa.
2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan
tujuan yang telah diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya di
tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan
konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.
2.4.1. Asas perlindungan konsumen .
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan
konsumen.
Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen.
Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
2.4.2. Tujuan perlindungan konsumen

Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.
Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

3. HAK – HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN

Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

KEWAJIBAN KONSUMEN
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

4. HAK PELAKU USAHA DALAM PASAL 6 UUPK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA dalam PASAL 7 UUPK adalah :
HAK PELAKU USAHA DALAM PASAL 6 UUPK adalah :
Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

KEWAJIBAN PELAKU USAHA dalam PASAL 7 UUPK adalah :
Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

5. PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA :
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan ;
Tidak sesuai dengan berat isi bersih atau neto;
Tidak sesuai dengan ukuran , takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
Tidak sesuai denga kondisi, jaminan, keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label, etika, atau keterangan barang atau jasa tersebut;
Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label;
Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal;
Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran , berat isi atau neto

Larangan dalam menawarkan / memproduksi
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan suatu barang atau jasa secara tidak benar atau seolah-olah :
barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu.
barang tersebut dalam keadaan baik/baru;
barang atau jasa tersebut telah mendapat atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu.
dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, atau afiliasi.
barang atau jasa tersebut tersedia.
tidak mengandung cacat tersembunyi.
kelengkapan dari barang tertentu.
berasal dari daerah tertentu.
secara langsung atau tidak merendahkan barang atau jasa lain.
menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya , atau efek sampingan
tanpa keterangan yang lengkap.
menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Larangan dalam penjualan secara obral / lelang
Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang , dilarang mengelabui / menyesatkan konsumen, antara lain :
• menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar tertentu.
• Tidak mengandung cacat tersembunyi.
• Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang lain.
• Tidak menyedian barang dalam jumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain.
Larangan dalam periklanan
Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan , misalnya :
• mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga mengenai atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa.
• Mengelabui jaminan / garansi terhadap barang atau jasa.
• Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang atau jasa.
• Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang atau jasa.
• Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
• Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

6. KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN
Di dalam pasal 18 undang-undang nomor 8 tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantunkan klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian, antara lain :

1. menyatakan pengalihan tanggungn jawab pelaku usaha .
2. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.
3. pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang di beli konsumen.
4. pemberian klausa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran
5. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau manfaat jasa yang dibeli oleh konsumen.
6. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.

Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara terlihat atau tidak dapat dibaca seacra jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti sebagai konsekuensinya setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana di atas telah dinaytakan batal demi hukum. Oleh karena itu , pelaku usaha diwajibkan untuk menyesuaikan klausula baku yang dibuatnya yang bertentangan dengan undang-undang.

7. TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA :
Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. (50 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”

8. SANKSI BAGI PERLAKU USAHA TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN
Sanksi Perdata :
· Ganti rugi dalam bentuk :
Pengembalian uang atau
Penggantian barang atau
Perawatan kesehatan, dan/atau
Pemberian santunan
· Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
· Kurungan :
Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f











Penutup

Sumber:
http://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/19/perlindungan-konsumen/
http://mardyantongara.wordpress.com/2013/04/16/perlindungan-konsumen/