Nama : Muhammad Faisal Latif
Kelas : 2EB23
NPM : 24212929
HUKUM PERDATA
1.
Hukum Perdata Yang Berlaku di Indonesia
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata
barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal
dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Sebagian materi BW
sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI. Setelah
Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang
Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan
berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang
Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.
2.
Sejarah singkat hokum perdata
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang juga
dikenal dengan sebutan Bugerlijk Wetboek (BW) yang digunakan di Indonesia saat
ini merupakan kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda.
Kodifikasi tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (Code
Napoleon). Hukum Perdata Perancis (Code Napoleon) sendiri disusun berdasarkan
hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum
yang paling sempurna.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) berhasil disusun oleh
sebuah panitia yang dipimpin oleh Mr. J.M. Kemper dimana sebagian besar
bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain serta kodifisikasi KUH
Perdata selesai pada 5 Juli 1830, tetapi diberlakukan di negeri Belanda pada 1
Oktober 1838 dan pada tahun yang sama diberlakukan juga KUH Dagang (WVK).
Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten van Oud Haarlem
diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi bersama Mr. A.A. Van Vloten dan Mr.
Meyer yakni, masing-masing sebagai anggota panita. Panitia tersebut ternyata
juga belum berhasil mengerjakan BW. Pada akhirnya dibentuk panitia baru yang
diketuai Mr. C.J. scholten van Oud Haarlem lagi, akan tetapi beberapa
anggotanya diganti antara lain: Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van Nes. Dimana
pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata Indonesia
berdasarkan asas konkordasi yang sempit. Ini berarti KUH Perdata Belanda banyak
menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam
kodifikasi KUH Perdata Indonesia.
Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30
April 1847 melalui Statsblad No. 23, yang mulai berlaku pada 1 Januari 1848.
Sekiranya perlu dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW)
Indonesia ini Scholten dan kawan-kawannya melakukan konsultasi bersama J. Van
de Vinne, Directueur Lands Middelen en Nomein. Karena itu, ia juga turut
berjasa dalam kodifikasi tersebut.
kondisi hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih
bersifat majemuk, yaitu masih beraneka ragam. Beberapa faktor yang
mempengaruhinya antara lain :
1. Faktor etnis
2. Faktor histeria yuridis, dapat kita lihat pada pasal 163
I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 (tiga) jenis golongan sebagai
berikut:
a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India dan bangsa arab)
Golongan warga Negara bukan asli, yakni yang berasal dari
tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW, yaitu hanya bagian-bagian yang
mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, tidak mengenai hukum kepribadian dan
kekeluargaan termasuk hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap
hukum di Indonesia terdapat dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada
pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Hukum perdata dan hukum dagang (begitu pula hukum pidana
serta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus ditetapkan dalam kitab
undang-undang atau dikodifikasi);
2. Bagi mereka yang masuk dalam golongan bangsa eropa harus
dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas
konkordasi);
3. Bagi mereka yang masuk dalam golongan bangsa Indonesia
dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya;
4. Orang Indonesia asli dan timur asing, selama mereka belum
ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa sebelum
hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang, bagi mereka hukum
yang berlaku adalah hukum adat.
3.
PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM PERDATA DI IDONESIA
PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar
perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua
hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Pengeertian hukum privat (hukum perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Selain ada hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Pengeertian hukum privat (hukum perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Selain ada hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini
masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya
antara lain :
1. Faktor etnis
2. Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)
Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
1. Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
4. Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.
1. Faktor etnis
2. Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)
Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
1. Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
4. Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.
4.
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Sistematika Hukum Perdata itu ada 2, yaitu sebagai berikut:
1) Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan, yang terdiri dari :
a. Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi (personen recht)
b. Hukum tentang keluarga/hukum keluarga (Familie Recht)
c. Hukum tentang harta kekyaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda (vermogen recht)
d. Hukum waris/erfrecht
1) Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan, yang terdiri dari :
a. Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi (personen recht)
b. Hukum tentang keluarga/hukum keluarga (Familie Recht)
c. Hukum tentang harta kekyaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda (vermogen recht)
d. Hukum waris/erfrecht
2) Menurut Undang-Undang/Hukum Perdata
a. Buku I tentang orang/van personen
b. Buku II tentang benda/van zaken
c. Buku III tentang perikatan/van verbintenisen
d. Buku IV tentang pembuktian dan daluarsa/van bewijs en verjaring
Apabila kita gabungkan sistematika menurut ilmu pengetahuan ke dalam sistematika menurut KUHPerdata maka :
a. Hukum perorangan termasuk Buku I
b. Hukum keluarga termasuk Buku I
c. Hukum harta kekayaan termasuk buku II sepanjang yang bersifat absolute dan termasuk Buku III sepanjang yang bersifat relative
Hukum waris termasuk Buku II karena Buku II mengatur tentang benda sedangkan hokum waris juga mengatur benda dari pewaris/orang yang sudah meninggal karena pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik yang diatur dalam pasa 584 KUHperdata (terdapat dalam Buku II) yang menyatakan sebagai berikut :
“ Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dank arena penunjukan atau penyerahan, berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.”
a. Buku I tentang orang/van personen
b. Buku II tentang benda/van zaken
c. Buku III tentang perikatan/van verbintenisen
d. Buku IV tentang pembuktian dan daluarsa/van bewijs en verjaring
Apabila kita gabungkan sistematika menurut ilmu pengetahuan ke dalam sistematika menurut KUHPerdata maka :
a. Hukum perorangan termasuk Buku I
b. Hukum keluarga termasuk Buku I
c. Hukum harta kekayaan termasuk buku II sepanjang yang bersifat absolute dan termasuk Buku III sepanjang yang bersifat relative
Hukum waris termasuk Buku II karena Buku II mengatur tentang benda sedangkan hokum waris juga mengatur benda dari pewaris/orang yang sudah meninggal karena pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik yang diatur dalam pasa 584 KUHperdata (terdapat dalam Buku II) yang menyatakan sebagai berikut :
“ Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dank arena penunjukan atau penyerahan, berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.”
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar